BAB I
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Sistem keamanan bangunan adalah cara dan alat-alat buatan manusia berdasarkan pekembangan teknologi yang berguna untuk membantu manusia dalam kondisi kritis untuk menjaga keamanan pada bangunan. sperti halnya terjadi kebakaran, penurunan yang mengakibat bagian-bagian dari gedung terjadi keretakan, dan bencana alam yang dapat membuat kerusakan dan tidak ada nyamanan pada gedung, baik apartemen, rumah toko, perkantoran, mall, dan lain sebagainya. Berdasarkan masalah yang sering terjadi tentang tidak amannya suatu bangunan gedung, contohnya bahaya kebakaran yang sering terjadi. Bahaya kebakaran adalah bahaya yang awalnya bermula dari ula manusia sendiri, dimana kebakaran itu bermula dari adanya nyala api yang tidak dapat di kendalikan oleh manusia, sehingga dapat mengancam manusia dan memusnahkan harta benda yang dimiliki, bahkan dapat merenggut jiwa manusia. Nyala api adalah reaksi yang terjadi karena adanya bahan bakar, panas dan oksigen.
Kota Jayapura merupakan ibu kota dari provinsi papua yang sudah tergolong dalam kota yang berkembang, baik dari aspek pendidikan, kesehatan, dan sosial budaya. Kota jayapura termasuk kota yang sering terjadi kebakaran pada gedung yang telah banyak menghabiskan harta benda bahkan sampai merenggut jiwa manusia.
Pada proyek pembangunan gedung ruko kota raja di kabupaten jayapura, yang berada dalam proses pembangunan dan bangunan tersebut merupakan bangunan bertingkat dan mempunyai luasan yang cukup besa, oleh karena itu untuk menjaga keamanan bangunan tersebut harus ada sistem keamanan pada gedung tersebut.
1.2 PERUMUSAN MASALAH DAN BATASAN MASALAH
1. Perumusan Masalah
Dalam penulisan tugas akhir ini perencanaan system keamanan pada gedung diambil sebagai permasalahan, antara lain :
a. Bagaimana merencanakan kebutuhan hydrant, sprinkler, fire alarm, detektor, smoke detektor, manual push bottom dan bell.
b. Bagaimana menghitung kebutuhan air pada hydrant dan sprinkler, dan kebutuhan air minimum pada wilayah manajemen kebakaran.
2. Batasan Masalah
Pada penulisan ini, penulis membatasi masalah pada :
a. Penulis hanya merencanakan kebutuhan hydrant, sprinkler, fire alarm, detektor, dan detektor asap (smoke detector) pada bangunan gedung ruko kotaraja.
b. Menghitung kebutuhan air pada hydrant dan sprinkler dalam durasi waktu satu (1) jam dan kebutuhan air minimum pada wilayah manajemen kebakaran (WMK) atau pada bangunan gedung ruko kotaraja.
c. Penulis hanya merencanakan sistem keamanan kebakaran pada bangunan gedung sebelum ada mobil pemadam kebaran atau pada pertolongan pertama dalam kondisi kritis atau darurat.
1.3 TUJUAN PENULISAN
Tujuan penulisan pada tugas akhir ini dalah sebagai berikut :
1. Untuk merencanakan kebutuhan hydrant, sprinkler, fire alarm, detektor, detektor asap (smoke detector).
2. Untuk mengetahui kebutuhan air pada hidrant dan sprinkler, dan kebutuhan air pada wilayah manajemen kebakaran.
1.4 SISTEMATIKA PENULISAN
BAB I : PENDAHULUAN
Menjelaskan mengenai : pendahuluan, latar belakang, rumusan masalah dan batasan masalah, tujuan penulisan, dan sistematika penulisan.
BAB II : LANDASAN TEORI
Menjelaskan tentang : pengertian dan ketentuan-ketentuan dari : hydrant (hidran), sprinkler, fire alarm, detector, smoke detector (detector asap), manual push bottom dan bell.
BAB III : METODOLOGI
Menjelaskan tentang bagaimana metode yang dipakai dalam perencanaan sistem keamanan gedung.
BAB IV : PEMBAHASAN
Menjelaskan tentang : Perencanaan kebutuhan hydrant (hidran), sprinkler, sistem alarm, detektor, smoke detector (detector asap) dan kebutuhan air pada hydrant dan sprinkler dan juga kebutuhan air minimum pada wilayah manajemen kebakaran.
BAB V : PENUTUP
Menjelaskan tentang : kesimpulan dan saran.
BABA II
LANDASAN TEORI
2.1 PENGERTIAN, JENIS DAN PENGGUNAAN SISTEM KEAMANAN KEBAKARAN PADA GEDUNG.
Sistem keamanan gedung adalah suatu cara yang digunakan untuk dapat mencegah dan menanggulangi masalah kritis yang akan terjadi pada gedung tersebut, di mana bila terjadi kebakaran pada gedung tersebut. Oleh karena itu sistem keamanan pada gedung harus diperhatikan dalam mendirikan suatu bangunan gedung bertingkat untuk mencegah atau menanggulangi terjadinya kondisi kritis pada bangunan, seperti halnya terjadi kebakaran pada suatu bangunan gedung tersebut.
Jenis-Jenis sistem keamanan gedung yang digunakan untuk menanggulangi terjadinya kebakaran pada bangunan gedung.
2.1.1 Unit Tabung Pemadam Kebakaran
Unit tabung pemadam kebakaran adalah unit pemadam kebakaran yang terbuat dari tabung kecil yang terisi dengan gas dan digunakan untuk kebakaran-kebakaran kecil yang dibuat dari bahan-bahan kimia. Tabung pemadam kebakaran di letakkan pada tempat yang mudah terlihat dan mudah dicapai.
Gambar 2.1 Unit tabung pemadam kebakaran
Persyaratan unit pemadam kebakran yang harus diperhatikan adalah sebagai berikut :
a. Tabung harus dalam keadaan baik
b. Etiket atau label mudah dibaca dengan jelas dan dapat dimengerti
c. Sebelum digunakan, segel harus dalam keadaan baik (tidak rusak).
d. Selang harus tahan terhadap tekanan tinggi.
e. Bahan baku pemadam dalam keadaan baik.
f. Isis tabung gas sesuai dengan tekanan yang disyaratkan.
g. Penggunaannya belum kadalwarsa.
h. Warna tabung harus mudah dilihat.
Klasifikasi unit pemadam kebakaran sebagaimana telah tercantum pada tabel.
Tabel 2.1 Klasifikasi unit pemadam kebakaran
Golongan | Zat/bahan pemadam | Memadamkan | Tanda pengenal |
A | Air bertekanan, zat-zat kimia larut, asam soda, busa, mono-amunium fosfat, diamonium fosfat, tekstil, dll. | Bahan padat bukan logam, kayu, kertas, plastic, karpet | Huruf “A” pada dasarnya berbentuk segi tiga warna & warna hijau. |
B | Zat asam arang (Co2), zat kimia kering dengan natrium dan kalium bikarbonat, bromiumtifluoromethan karbon tetra klorida, kiorobromethan.
| Bahan cair, bensin, minyak tanah, elpiji, solar, dll. | Huruf “B” pada dasarnya berbentuk segi empat & warna merah. |
Golongan | Zat/bahan pemadam | Memadamkan | Tanda pengenal |
C | Zat yang tidak mengantar listrik, zat asam arang (CO2), zat kimia kering dengan natrium dan kalium bikarbonat, bromiuntifluoromethan, karbon tetra klorida, khlorobromethan. | Peralatan listrik bertegangan, transformator, instalasi listrik, dll. | Huruf “C” pada dasar berbentuk lingkaran warna biru. |
D | Bubuk kering, senyawa mengandung garam dapur, grafit, grafit fosfor. | Bahan logam magnesium, lithium, senyawa natrium-kalium, dll. |
|
Unit pemadam kebakaran yang menggunakan air dapat berupa air dengan pompa tangan, air bertekan, dan asam soda (soda acid).
2.1.2 Fire Hydrant (hidran pemadam kebakaran)
Fire hydrant adalah alat pemadam kebakaran, dimana pada hydrant terdapat selang hydran yang panjangnya 30 meter dengan tekanan air sejauh 5 meter. Hydrant dikategorikan dalam 3 (tiga) jenis, yaitu hydran gedung, hydrant halaman dan hydrant kota.
Berdasarkan nama hydrant, maka hydrant gedung adalah hydrant yang perletakannya di dalam gedung. Hydrant halaman adalah hydrant yang perletakannya di halaman suatu lokasi gedung. Dan hydrant perkotaan adalah hydrant yang hamper sama dengan hydrant halaman namun hudrant kota memiliki dua sampai tiga selang kebakaran. Dan juga perletakannya berada di titik-titik tertentu perkotaan yang memungkinkan unit pemadam kebakaran suatu kota mengambil cadangan air.
Komponen hydrant kebakaran terdiri dari : sumber air, pompa-pompa kebakaran, selang kebakaran, penyambung, dan perlengkapan lainnya.
Untuk perhitungan jumlah dan kebutuhan air pada hydrant dapat pula dinyatakan dengan rumus :
a. Jumlah hydrant
Hydrant bangunan : 1 unit / 800 m2
Dimana :
L bangunan = Luas bangunan dalam satuan m2.
b. Kebutuhan air pada sebuah hydrant bangunan gedung
1 unit hydrant : 400 liter/menit
Kebutuhan air = Σ hydrant x 400 liter/menit
Untuk hydrant kebakaran, diperlukan persyaratan teknis sesuai ketentuan sebagai berikut :
1. Sumber persediaan air untuk hydrant harus di perhitungkan untuk pemakaian selama 30 menit.
2. Pompa kebakaran dan peralatan listrik lainnya harus mempunyai aliran listrik tersendiri dan memiliki sumber daya listrik darurat.
3. Selang kebakaran dengan diameter minimum 1,5 inci (3,8 cm) harus terbuat dari bahan yang tahan panas, dengan panjang maksimum 30 meter.
4. Harus di sediakan kopling penyambung yang sama dengan kopling dari Barisan/Unit pemadam kebakaran.
5. Semua peralatan hydrant harus dicat dengan warna merah.
Adapun pemasangan hydrant kebakaran juga memperhatikan hal-hal sebagai berikut :
1. Pipa pemancar sudah harus terpasang pada selang kebakaran
2. Hidrant bangunan yang menggunakan pipa tegak (riser) ukuran 6 inci (15 cm) harus dilengkapi dengan kopling outlet dengan diameter 2,5 inci yang bentuk dan ukurnnya sama dengan kopling dari barisan/unit pemadam kebakaran dan ditempatkan pada tempat yang mudah dicapai oleh petugas pemadam kebakaran.
3. Hydrant halaman harus di sambungkan dengan pipa induk dengan ukuran diameter minimum 6 inci (15 cm) dan mampu mengalirkan air 1000 liter/menit. Maksimal jarak antara hydrant adalah 200 meter dan penempatan hydrant harus mudah dicapai oleh mobil pemadam kebakaran.
Gambar 2.2 Hydrant gedung Gambar 2.3 Hydrant halaman
Gambar 2.4 Hydrant perkotaan Gambar 2.5 Selang hydrant
2.1.3 Sprinkler
Spinkle adalah suatu alat semacam nozzle (penyemprot) yang dapat memancarkan air secara pengabutan (Fog) dan bekerja secara otomatis. Sprinkler juga merupakan system keamanan kebakaran yang digunakan di gedung untuk memberikan peringatan dini pada penghuni atau pengujung gedung tersebut saat terjadi kebakaran, meskipun tidak digunakan terus menerus namun alat ini berfungsi sebagai pemberi tanda agar agar barisan pemadam kebakaran dapat segerah menanggulangi kebakaran yang terjadi.
Ada beberapa jenis sprinkler, diantaranya yang sering digunakan adalah sprinkler tabung dan sprinkler segel. Perletakan sprinkler biasanya di pasang pada plafon ruangan, di pasang juga pada ruangan-ruangan yang isinya mahal, sprinkler juga bekerja jika ruangan mencapai suhu panas tertentu, dengan thermostat sprinkler akan membuka dan menyemprotkan air. Untuk menegetahui warna, dan besaran suhu tertentu pada saat tabung sprinkler pecah dan warna, serta suhu leleh segel dapat dilihat pada table 2.2 dan table 2.3.
Tabel 2.2 Warna Cairan Tabung Gelas Spinkler
No | Warna Cairan | Suhu Pecah Tabung |
1 | Jingga | 57oC |
2 | Merah | 68oC |
3 | Kuning | 79oC |
4 | Hijau | 93oC |
5 | Biru | 141oC |
6 | Ungu | 182oC |
7 | Hitam | 204oC/260 oC |
Tabel 2.3 Warna segel sprinkler
No | Warna segel | Suhu Leleh Segel Sprinkler |
1 | Tak berwarna | 68oC/74 oC |
2 | Putih | 93oC |
3 | Biru | 141oC |
4 | Kuning | 182oC |
5 | Merah | 227oC |
Untuk perhitungan jumlah dan kebutuhan air pada sprinkler dapat dinyatakan dengan rumus :
a. Jumlah sprinkler
Area 1 head : 25 m2
1 zone : 16 unit
Σ sprinkler =
Dimana :
L bangunan bangunan = Luas bangunan dalam satuan m2
b. Kebutuhan air
1 zone : 80 liter
Kebutuhan air = Σ sprinkler x 80 liter.
Pada saat sprinkler bekerja maka, tekanan air dalam pipa akan menurun dan sensor otomatis akan memberikan tanda bahaya (alarm) dan lokasi yang terbakar akan terlihat pada panel pengembalian kebakaran. Meskipun sistem sprinkler tidak perna aktif dalam jangka waktu yang cukup panjang, namun sistem tersebut harus ada dalam keadan siap sehingga bila sewaktu-waktu terjadi kebakaran tidak mengalami permasalahan.
c. Susunan pipa cabang sprinkler
1. Susunan cabang tunggal dengan kepala sprinkler dan pemasokan air di tengah.
2. Susunan cabang tunggal dengan tiga kepala sprinkler dan pemasokan air di ujung.
3. Susunan cabang ganda dengan tiga kepala sprinkler dan pemasokan air di tengah.
4. Susunan cabang ganda dengan tiga kepala sprinkler dan pemasokan air di ujung.
Gambar 2.6 Sprinkler
2.1.4 Detektor
Detector adalah system pendeteksi kebakaran yang lebih awal, dimana bila terjadi gejala-gejala yang memungkinkan terjadi kebakaran pada gedung, system seperti halnya adanya asap, awal nyala api alat ini yang dapat member tanda di mana terdapat kejadian tersebut. Sistem detector terdapat beberapa jenis, antara lain :
1. Detektor Manual
Dimana alat ini merupakan alat deteksi yang pasif dan sukar disebut sebagai detektor, karena yang bertindak sebagai detector adalah manusia. Alat ini merupakan kotak tertutup, berisi saklar tarik atau tuas handel untuk membunyikan alarm, oleh karena itu alat ini disebut juga sebagai pull station.
2. Detektor Panas
Karena kesederhanaannya alat ini sehingga detector ini bekerja lambat member respon pada kebakaran. Dimana alat ini sebelum mengirim alarm harus memerlukan panas dengan sushu panas yang cukup. Pada saat alarm dikirimkan sering kali api sudah dalam kondisi sukar dikontrol lagi karena proses pemanasan yang membutuhkan waktu cukup lama.
Adapun persyaratan pada detektor panas dalam pemasangannya adalah sebagai berikut :
a. Dipasang pada posisi 15 mm hingga 100 mm di bawah permukaan langit-langit gedung.
b. Pada suatu kelompok sistem ini tidak boleh dipasang lebih dari 40 buah.
c. Untuk setiap luas lantai 46 m2 dengan tinggi langit-langit 3,00 meter.
d. Jarak anatara detector tidak lebih dari 7,00 meter untuk ruang aktif dan tidak lebih dari 10,00 meter untuk ruang sirkulasi.
e. Jarak detektor dengan dinding minimum 30 cm.
f. Pada ketinggian berbeda, dipasang satu buah detektor untuk setiap 92 m2 luas lantai.
g. Di puncak lekukan atap ruangan tersembunyi, dipasang sebuah detektor untuk setiap jarak memanjang.
3. Detektor Asap (Smoke Detector)
Peralatan yang memungkinkan secara otomatis akan memberitahukan kepada setiap orang apabila ada asap pada suatu daerah maka alat ini akan berbunyi, alat ini khusus untuk pemakaian dalam gedung. Dimana dalam pemasangan detektor asap (smoke detector) harus memperhatikan persyaratan sebagai berikut :
a. Untuk setiap luasan lantai 92 m2
b. Jarak antara detektor maksimum 12,00 meter pada ruangan aktif dan 18,00 meter untuk ruangan sirkulasi.
c. Jarak detektor dengan dinding minimum 6,00 meter untuk ruang aktif dan 12,00 meter untuk ruang sirkulasi.
d. Setiap kelompok sistem dibatasi maksimum 20 buah detektor untuk melindungi ruangan seluas 2.000 m2.
4. Detektor Ion
Alat ini berfungsi pada saat api membesar secara bertahap, pada awalnya, bila suatu benda terbakar alat ini akan mengeluarkan ion-ion terlebih dahulu, kemudian terlihat asap dan baru terlihat nyala api. Karena yang didteksi oleh alat ini adalah ion (asap dan api belum terlihat) maka alat ini lebih sensitif, lebih pekah di bandingkan dengan deteksi asap maupun deteksi api.
5. Detektor Nyala Api/ Flame Detector
Alat ini merupakan detector khusus. Dimana pada kasus kebakaran bahan-bahan tertentu seperti bensin atau bahan bakar lainnya, nyala api terlihat dahulu sebelum asap, bahkan sering kali asap yang terjadi sangat sedikit. Pada kasus inilah digunakan detektor nyala api. Detektor yang bekerja dengan prinsip merespon radiasi infrared dan atau sinar ultraviolet yang merupakan karakteristik dan nyala api.
Adapun persyaratan dalam pemasangan detektor nyala api adalah sebagai berikut :
a. Setiap kelompok dibatasi maksimum 20 buah detektor.
b. Detektor yang dipasang di ruang luar harus terbuat dari bahan yang tahan karat, tahan terhadap pengaruh angin, dan juga tahan terhadap getaran.
c. Untuk daerah yang sering mengalami sambaran petir, harus dilindungi sedemikian rupa sehingga tidak menimbulkan tanda bahaya palsu.
Gambar 2.7 Detektor asap Gambar 2.8 Detektor nyala api
Gambar 2.9 Detektor ion
Untuk kebutuhan detektor dan detektor asap (smoke detector) pada gedung dapat di nyatakan dengan rumus :
a. Detektor
1 heat detector area : 75 m2
1 zone : 4 unit
Dimana :
L bangunan = luas bangunan
b. Detektor asap (smoke detector)
1 heat smoke detector area : 75 m2
1 zone : 2 head
Dimana :
L bangunan = luas bangunan dalam satuan m2
2.1.5 Alarm Kebakaran/ Fire Alarm
Alat ini merupakan alat yang digunakan untuk memberitahukan kepada setiap orang bahwa adanya bahaya kebakaran pada suatu tempat.
Gambar 2. 10 Fire alarm
Untuk perhitungan kebutuh sistem alarm (fire alarm) dapat dinyatakan degan rumus :
1 heat area : 225 m2
Dimana :
L bangunan = luas bangunan dalam satuan m2
2.1.6 Upaya Penanggulangan Kebakaran
Upaya penanggulangan kebakaran yang dilakukan oleh beberapa cara, yaitu sebagai berikut :
1. Kebakaran Kelas A
Kebakaran yang terjadi pada bahan padat dapat dipadamkan dengan air yang berfungsi untuk menurunkan suhu.
2. Kebakaran Kelas B
Kebakaran yang terjadi pada bahan cair dipadamkan dengan penutupan untuk menghambat difusi O2.
3. Kebakaran Kelas C
Kebakaran pada alat dan aliran listrik dapat di padamkan dengan menggunakan bahan isolator.
4. Kebakaran Kelas D
Kebaran logam dengan dapat dipadamkan dengan menggunakan serbuk kering seperti pasir.
Dan juga diwajibkan kepada pada pemadam kebakaran dalam memadamkan api untuk diperlukan alat pelindung yang memnuhi standar keselamatan, seperti : Jaket anti panas (Fire Jacket), sarung tangan, sepatu boot, helm dan pelindung wajah.
2.1.7 Pasokan air pada wilayah manajemen kebakaran (WMK)
Berdasarkan tinjauan pada ketetapan-ketetapan menteri pekerjaan umum republik indonesia, nomor 20/RPT/M/2009 tentang pedoman teknis manajemen proteksi kebakaran di perkotaan, maka perencanaan sistem proteksi kebakaran di perkotaan didasarkan kepada penentuan wilayah manajemen kebakaran (WMK). Perencanaan ini juga harus dimulai dengan evaluasi terhadap terhadap tingkat risiko kebakaran dalam suatu wilaya manajemen kebakaran setempat oleh instansi terkait. Unsur utama yang penting dalam perencanaan ini adalah penentuan penyediaan air untuk pemadaman kebakaran di setiap wilayah manajemen kebakaran.
Tujuan utama dari analisis risiko kebakaran adalah untuk menentukan kebutuhan air yang diperlukan bagi keperluan pemadam kebakaran di setiap wilayah manajemen kebakaran (WMK). Jumlah kebutuhan air minimum dipengaruhi oleh dua (2) factor, yaitu factor bangunan gedung yang tidak berdekatan dengan gedung lain dan faktor bangunan gedung yang berdekatan dengan bangunan gedung lain.
1. Jumlah kebutuhan air dengan faktor bangunan gedung yang tidak berdekatan dengan gedung lain dapat dinyatakan dengan rumus yang dapat dilihat di bawah ini.
Pasokan air minimum =
Dimana :
V = Volume total bangunan dalam (m3)
ARK = Angka Klasifikasi Risiko Kebakaran
AKK = Angka Klasifikasi Konstruksi Bangunan
2. Jumlah kebutuhan air dengan faktor bangunan gedung berdekatan dengan bangunan lain dapat dinyatakan dengan rumus di bawah ini.
Pasokan air minimum = x FB
Dimana :
V = Volume total bangunan dalam (m3)
ARK = Angka Klasifikasi Risiko Kebakaran
AKK = Angka Klasifikasi Konstruksi Bangunan
FB = Faktor Bahaya dari bangunan berdekatan, sebesar 1,5 kali.
3. Angka Klasifikasi Risiko Kebakaran
Angka klasifikasi risiko kebakaran yang ditentukan berdasarkan fungsi bangunan gedung, dimana yang dimulai dari angka (skala) 3 sampai dengan angka (skala 7), bila terdapat lebih dari satu peruntukan dalam sebuah bangunan gedung, maka untuk seluruh bangunan gedung harus digunakan angka klasifikasi risiko kebakaran untuk peruntukan yang lebih berbahaya.
a. Angka klasifikasi risiko kebakaran 3
Angka atau skala klasifikasi ini harus digunakan pada bangunan gedung yang bahaya kebakaran sangat tinggi. Dimana apabila bangunan yang berdekatan termasuk risiko kebakaran 3, maka harus dipandang sebagai faktor bangunan gedung yang berdekatan jika jaraknya 15 meter atau kurang dari jarak tersebut.
b. Angka klasifikasi risiko kebakaran 4
Angka klasifikasi ini harus digunakan untuk peruntukan bangunan dengan risiko kebakaran yang tinggi. Apabila bangunan gedung yang berdekatan termasuk klasifikasi kebakaran 4. Maka harus dipandang sebagai factor bahaya bangunan gedung yang berdekatan, jika jaraknya 15 meter atau kurang dari jarak tersebut.
c. Angka klasifikasi risiko kebakaran 5
Angka klasifikasi ini harus digunakan untuk peruntukan pada bangunan gedung dengan risiko kebakaran sedang, dimana kuantitas atau kandungan bahan mudah terbakar sedang dan penyimpanan bahan mudah terbakar tidak melebihi ketinggian 3,7 m. Kebakaran dalam tingkat klasifikasi ini dapat diperkirakan berkembang sedang dan mempunyai laju pelepasan panas yang sedang.
d. Angka klasifikasi risiko kebakaran 6
Angka klasifikasi ini harus digunakan untuk peruntukan pada bangunan gedung dengan risiko kebakaran rendah, dimana kuantitas atau kandungan bahan mudah terbakar relatif rendah dan laju pelepasan panas relatif rendah.
e. Angka klasifikasi risiko kebakaran 7
Angka klasifikasi ini harus digunakan untuk peruntukan dengan resiko kebakaran ringan, dimana kuantitas atau bahan mudah terbakar relatif sangat rendah atau dapat dikatakan ringan dan diperkirakan perkembangan kebakaran dan laju pelepasan panas relatif rendah.
Dari penjelasan mengenai angka klasifikasi risiko kebakaran di atas dapat dilihat pada table 2.4.
Tabel 2.4 Angka klasifikasi risiko kebaran
NO | PERUNTUKAN BANGUNAN |
Bangunan dengan Angka Klasifikasi Risiko Kebakaran 3 | |
1 | Pabrik tepung |
2 | Minyak hidrolik mudah terbakar |
3 | Pabrik pemintalan kapas |
4 | Pengecoran logam |
5 | Pabrik dan penyimpanan bahan peledak dan piroteknik |
6 | Pabrik biji padi-padian |
7 | Pengecetan/pnyemprotan dengan cairan mudah terbakar |
8 | Pelapisan/pencelupan |
9 | Pabrik minyak biji rami |
10 | Perakitan rumah modular |
11 | Pengolahan metal |
12 | Pabrik plastic |
13 | Pabrik playwood dan sejenisnya |
14 | Percetakan menggunakan tinta mudah terbakar |
15 | Daur ulang karet |
16 | Penggergajian kayu |
17 | Percetakan menggunakan tinta mudah terbakar |
18 | Tempat penyimpanan jerami |
19 | Pelapisan furniture dengan busa plastik |
Bangunan dengan Angka Klasifikasi Risiko Kebakaran 4 | |
1 | Kandang kuda komersial |
2 | Gudang bahan bangunan |
3 | Pusat perbelanjaan |
4 | Ruang pamer, auditorium dan teater |
5 | Tempat penyimpanan bahan pangan |
NO | PERUNTUKAN BANGUNAN |
6 | Terminal pengangkutan |
7 | Pertokoan/perdagangan |
8 | Pabrik kertas dan pulp |
9 | Pemrosesan kertas |
10 | Pelabuhan |
11 | Bengkel |
12 | Pabrik dan penyimpanan produk karet |
13 | Gudang untuk furniture,umum,cat,kertas dan minuman keras dan produk kayu |
Bangunan dengan Angka Klasifikasi Risiko Kebakaran 5 | |
1 | Tempat hiburan |
2 | Pabrik pakaian |
3 | Gudang pendingin |
4 | Gudang kembang gula |
5 | Gudang hasil pertanian |
6 | Binatu ruang pamer dagang |
7 | Pabrik produk kulit |
8 | Perpustakaan (dengan gudang buku yang besar) |
9 | Kios sablon |
10 | Toko mesin |
11 | Took besi |
12 | Kebun bibit |
13 | Pabrik farmasi |
14 | Percetakan |
15 | Rumah makan |
16 | Pabrik tali |
17 | Pabrik gula |
NO | PERUNTUKAN BANGUNAN |
18 | Penyamakan (kulit) |
19 | Pabrik tekstil |
20 | Gudang tembakau |
21 | Bangunan kosong |
Bangunan dengan Angka Klasifikasi Risiko Kebakaran 6 | |
1 | Gudang atau pabrik senjata |
2 | Garasi parker mobil |
3 | Pabrik roti |
4 | Salon kecantikan dan potong rambut |
5 | Pabrik minuman/bier |
6 | Ruang boiler |
7 | Pabrik bata, ubin dan produk tanah liat |
8 | Pabrik kembang gula |
9 | Pabrik semen |
10 | Rumah ibada |
11 | Pabrik susu |
12 | Tempat praktek dokter |
13 | Pabrik elektronik |
14 | Tungku/dapur |
15 | Pabrik pakaian bulu hewan |
16 | Pompa bensin |
17 | Pabrik gelas |
18 | Kandang kuda |
19 | Kamar mayat |
20 | Gedung pemerintah |
21 | Kantor pos |
22 | Rumah pemotongan hewan |
NO | PERUNTUKAN BANGUNAN |
23 | Kantor telepon |
24 | Pabrik produk tembakau |
25 | Pabrik arloji/perhiasan |
26 | Pabrik anggur |
Bangunan dengan Angka Klasifikasi Risiko Kebakaran 7 | |
1 | Apartemen |
2 | Universitas |
3 | Kelab |
4 | Asrama |
5 | Perumahan |
6 | Pos kebakaran |
7 | Rumah sakit |
8 | Hotel dan motel |
9 | Perpustakaan (kecuali gudang buku) |
10 | Museum |
11 | Rumah perawatan |
12 | Perkantoran |
13 | Kantor polisi |
14 | Penjara |
15 | Sekolah |
16 | Teater tanpa panggung |
4. Klasifikasi Konstruksi Bangunan Gedung
Instansi kebakaran dapat membuat kajian dan klasifikasi konstruksi bangunan gedung di wilayah kerjanya. Konstruksi bangunan gedung diklasifikasikan dalam angka. Angka maksimum klasifikasi konstruksi bangunan gedung rumah tinggal adalah satu (1). Angka klasifikasi tidak diperkenankan memberikan angka klasifikasi konstruksi terhadap suatu bangunan gedung yang belum diteliti atau dikaji.
Tipe klasifikasi konstruksi bangunan gedung, terdiri dari 4 tipe yaitu :
a. Klasifikasi konstruksi bangunan tipe 1 (konstruksi tahan api)
Bangunan gedung yang dibuat dengan bahan tahan api sperti beton, bata dan lain-lain dengan bahan logam yang dilindungi. Dengan struktur yang di buat sedemikian, sehingga tahan terhadap api terhadap peruntukan dan perambatan api mempunyai angka klasifikasi 0,5.
b. Klasifikasi konstruksi bangunan gedung tipe II (tidak mudah terbakar, konstruksi kayu berat).
Bangunan gedung yang seluruh bagian konstruksi termasuk dinding, lantai dan atap terdiri dari bahan yang tidak mudah terbakar yang tidak termasuk sebagai bahan tahan api, dimana termasuk bangunan konstruksi kayu dengan dinding bata, tiang kayu 20,3 cm.
Lantai kayu 76 mm (7,6 cm), atap kayu 51 mm (5,1 cm). balok kayu 15,2 x 25,4 cm, ditetapkan mempunyai angka klasifikasi konstruksi bangunan gedung 0,75.
c. Klasifikasi konstruksi bangunan gedung tipe III (biasa)
Bangunan gedung dengan dinding luar bata atau bahan tidak mudah terbakar lainnya sedangkan bagian bangunan gedung lainnya terdiri dari kayu atau bahan yang mudah terbakar ditentukan mempunyai angka klasifikasi konstruksi bangunan gedung 1,0.
d. Klasifikasi konstruksi bangunan gedung tipe IV (kerangka kayu)
Bangunan gedung kecuali bangunan rumah tinggal yang strukturnya sebagian atau seluruhnya terdiri dari kayu atau bahan mudah terbakar yang tidak tergolong dalam konstruksi bangunan gedung biasa (tipe III) yang ditentukan mempunyai angka klasifikasi konstruksi bangunan gedung 1,5.
BAB III
METODOLOGI
3.1 Teknik Pengumpulan Data
Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan dua (2) cara yaitu :
1. Pengumpulan data dengan cara primer
2. Pengumpulan data dengan cara sekunder
Cara Primer adalah data yang diperoleh secara langsung di lapangan melalui observasi dan wawancara.
Cara Sekunder adalah data yang diperoleh dari lapangan, perpustakaan, dan beberapa referensi lainnya.
3.2 Data-data Perencanaan
Gambar Rencana : Terlampir
Panjang bangunan (m) : 20,00
Lebar bangunan (m) : 20,00
Tinggi bangunan (m) : 14,50
Tinggi lantai satu (1) (m) : 4,00
Tinggi lantai dua (2) (m) : 4,00
Tinggi lantai tiga (m) : 4,00
Tinggi balok konsul (m) : 2,50
Luas bangunan (m2) : 1200,00
Luas Lantai satu (1) (m2) : 400,00
Luas Lantai dua (2) (m2) : 400,00
Luas lantai tiga (3) (m2) : 400,00
3.3 Flow Chart
BABA IV
PERENCANAAN
4.1 Perhitungan Kebutuhan Hydrant (hidran).
4.1.1 Luasan bangunan gedung :
Panjang bangunan = 20.00 m
Lebar bangunan = 20.00 m
Tinggi bangunan = 14.00 m
Luas lantai 1 = P x L
= 20.00 m x 20.00 m
= 40.00 m2
Luas lantai 2 = P x L
= 20.00 m x 20.00 m
= 40.00 m2
Luas lantai 3 = P x L
= 20.00 m x 20.00 m
= 40.00 m2
Luas total bangunan = 3 ( P x L )
= 3 ( 20.00 m x 20.00 m )
= 1200.00 m2
4.1.2 Kebutuhan hydrant (hidran) bangunan
Diketahui :
Luas bangunan dari denah = 1200,00 m2
Ketentuan dari literature adalah sebagai berikut :
Luas netto = 80 % dari luas bangunan
Hidran bangunan = 1 unit / 800 m2
Σ Hydrant =
Σ Hydrant =
Σ Hydrant =
Σ Hydrant = 1.2 unit
= 2 unit
4. 2 Perhitungan Kebutuhan Sprinkler
Diketahui :
Luas bangunan dari denah = 1200,00 m2
Ketentuan dari literature adalah sebagai berikut :
Luas netto = 80 % dari luas bangunan
Area 1 head = 25 m2
Jarak maksimum = 6 – 9 m
1 zone = 16 unit
Σ Sprinkler =
Σ Sprinkler =
Σ Sprinkler =
Σ Sprinkler = 38. 4 unit
Σ Sprinkler = 38 unit
Σ zone =
Σ zone = 2,375 zone
= 3 zone
3Zone = 3 x 16 unit
= 48 unit
4.3 Perhitungan Kebutuhan Fire Alarm
Diketahui :
Luas bangunan dari denah = 1200,00 m2
Ketentuan dari literature adalah sebagai berikut :
Luas netto = 80 % dari luas bangunan
Area fire alarm = 225 m2
Σ fire alarm =
Σ fire alarm =
Σ fire alarm =
Σ fire alarm = 4,267 unit
Σ fire alarm = 4 unit
4.4 Perhitungan Kebutuhan Detector
Diketahui :
Luas bangunan dari denah = 1200,00 m2
Ketentuan dari literatur adalah sebagai berikut :
Luas netto = 80 % dari luas bangunan
1 Head area = 75 m2 / head
Σ Detector =
Σ Detector =
Σ Detector =
Σ Detector = 12,8 unit
Σ Detector = 13 unit
4.5 Perhitungan Kebutuhan Smoke Detector (Detektor Asap)
Diketahui :
Luas bangunan dari denah = 1200,00 m
Ketentuan dari literature adalah sebagai berikut :
Luas netto = 80 % dari luas bangunan
1 head area = 75 m2 / head
1 zone = 20 unit
Σ Smoke detector =
Σ Smoke detector =
Σ Smoke detector =
Σ Smoke detector = 12,8 unit
Σ Smoke detector = 13 unit
4.6 Perhitungan Kebutuhan Air Pada Hydrant dan Sprinkler
4.6.1 Perhitungan kebutuhan air pada hydrant
Hydrant bangunan = 1 unit 400 liter/menit
Σ hydrant = 2 unit
Kebutuhan air = Σ hydrant x 400 liter/menit
Kebutuhan air = 2 unit x 400 liter/menit
Kebutuhan air = 800 liter/menit
Kebutuhan air dalam durasi waktu 1(satu) jam
1 jam = 60 menit
Kebutuhan air = 800 liter/menit
Kebutuhan air = 60 menit x 800 liter/menit
Kebutuhan air = 4800 liter
4.6.2 Kebutuhan pada sprinkler
Sprinkler = 1 unit 80 liter/menit
Σ sprinkler = 38 unit
Kebutuhan air = Σ hydrant x 80 liter/menit
Kebutuhan air = 38 unit x 80 liter/menit
Kebutuhan air = 3040 liter/menit
Kebutuhan air dalam durasi waktu 1 (satu) jam
1 jam = 60 menit
Kebutuhan air = 3040 liter/menit
Kebutuhan air = 60 menit x 3040 liter/menit
Kebutuhan air = 182400 liter
4.6.3 Kebutuhan Air Minimum Pada Wilayah Manajemen Kebakaran
Luasan bangunan gedung :
Panjang bangunan (P) = 20.00 m
Lebar bangunan (L) = 20.00
Tinggi bangunan (H) = 12.00 m
Volume bangunan = P x L x H
Volume bangunan = 20.00m x 20.00m x 12.00 m
Volume bangunan = 4800 m3
ARK = 4
AKK = 0.5
FB = 1.5 kali
Pasokan air minimum =
Pasokan air minimum =
Pasokan air minimum = 900 m3
Pasokan air minimum = 900 000 liter
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil perencanaan sistem keamanan kebakaran pada bangunan gedung